Pengelana kupikir kita akan bisa bertemu lagi hari ini. Sebenarnya minggu ini adalah minggu terakhirku berada di kota ini. Semakin kecil harapan akan berjumpa denganmu lagi. Entah ini pantas atau tidak tapi aku sangat ingin bicara denganmu, lebih tepatnya aku hanya ingin mendengarmu mengatakan sesuatu sambil melihatmu, itu saja.
Hari ini tepat pukul 12.20 am, sesaat sebelum aku tertidur, aku mendapat kabar keberadaan orang yang mirip sekali dengan dirimu di bandara. Mendengarnya aku langsung bergegas ke sana. Motor kupacu sekencang denyut jantungku yang berdetak. Melangkah sambil berlari menuju lokasi. Setiba di sana aku melihat sesosok tubuh sedang tertidur dilantai beralaskan matras mirip sekali dengan posisi tidurmu dengan kedua tangan terlipat di dada, telinga yang disumbat dengan headset, dan mata yang ditutup handuk putih kecil sampai ke kepala. Sosok itu terbalut sepotong selimut batik ditemani 2 tas ransel merah, topi pantai, dan sepasang sepatu sendal berwarna ungu. Semua benda itu agak janggal seperti bukan dirimu, tapi sosok itu sangat mirip, bahkan saat aku mendekat khas aroma balsam yang biasa kamu pakai juga sama.
Perasaanku semakin bergejolak ada dua pilihan, saat itu yaitu membangunkan sosok itu untuk memastikan atau menunggunya terbangun. Aku hanya mampu berdiri terpaku sekitar 100 meter dari sosok itu memandanginya dengan cermat, kalian sangat mirip, bahkan kuku tangan dan kaki kalianpun mirip. Aku memiliki rekaman yang sangat jelas tentangmu, hanya perlu memastikan bentuk sepasang mata yang tersembunyi dibalik sehelai handuk putih itu. 20 menit aku menanti akhirnya sosok itu pun terbagun sebab terusik oleh nyamuk. Yach dia mulai menggeliat dan mengaruk kakinya, tak lama lalu terduduk dan melepaskan handuk itu dari kedua matanya. Sepasang mata sipit yang sayu karena kantuk langsung memandang kearahku yang berdiri tepat 100 meter di depannya, senyum bingungpun dilontarkannya. Tak sanggup membalas senyum itu karena kecewa, aku langsung tertunduk. Sepasang mata itu sangat berbeda dengan milikmu, terlalu sipit sampai aku tak bisa melihat bola matanya. Rambutnyapun lurus seperti boyband korea. Yup dia ternyata warga negara Korea.
Menarik nafas panjang berputar balik lalu berjalan berkeliling mencari-cari siapa tau kamu masih ada di sekitar lokasi itu. Pasalnya namamu tercatat transit di Bali, sekitar jam 11.00 am. Tipis harapan sebab saat itu waktu sudah menunjukan pukul 2.30 am. Akhirnya aku memilih untuk kembali pulang.
Pengelana benarkah kita tidak akan bertemu lagi? Sungguhkah kau memilih untuk mengingkarinya? Inikah pilihan terbaik untuk apa yang pernah direncanakan? Inikah pilihanmu dengan penuh keyakinan seperti yang selalu kamu ajarkan padaku? Baginikah cara yang biasa kamu lakukan?
Seberapapun waktu telah berlari aku selalu ingin mengingkari semua asumsi ini, dan berharap semua asumsi ini tidak benar, tapi semua itu diluar kuasaku. Meskipun hampir mustahil aku masih berharap ada sedikit waktu yang membuktikan bahwa asumsiku itu tidak benar adanya.
0 comments:
Post a Comment