Hari ini kulihat kembali semua yang pernah kualami, detail kejadian demi kejadian. Kuamati dengan seksama bagaimana semuanya mulai tertanam dan bertumbuh. Polos dan lugu kulihat lakuku. Tulus dan sederhana tampak sikapku memeperlakukannya. Mengasihinya dan mempercayainya dengan caraku yang unik. Membelanya dan memperjuangkanya dengan gayaku yang khas. Memahaminya dan mengenalnya sebagai mana adanya tanpa curiga.
Saat menjadikannya yang terkasih di hati ini, ku kibaskan satu persatu tawaran yang datang. Percaya dia sebagai satu-satunya orang yang bisa aku mengerti dan aku percaya. Percaya bahwa dia juga merasakan hal yang sama. Percaya kami adalah sepasang anak muda yang tangguh mengarungi hidup dan bisa saling menopang satu sama lain. Daftar target pun mulai kami buat.
Sejak kisah ini dimulai entah berapa banyak kesesakan, air mata, amarah dan perdebatan yang sudah terjadi. Tak terhitung berapa besar pengorbanan yang sudah dilakukan. Kupikir itu adalah hal yang wajar, bagian dari proses untuk dapat menyatukan dua kepala menjadi satu. Jenuh dan bosan serta keputusasaan juga pernah membuat kaki kami gentar bahkan sulit untuk berdiri, namun saat hati berbicara kami memilih untuk tidak menyerah dan bangkit lagi.
Sempatku salut padanya dengan semua yang sudah dia lakukan. Kesungguhannya seakan nyata. Sebegitu butanya aku hingga tak bisa melihat dengan seksama yang tersebunyi dibalik kesungguhan itu. Kesan kesungguhan dan pengorbanan yang tampak olehku menjadikanku tersentuh dan mengambil beberapa sikap untuk melakukan hal yang sama saat posisi mulai berbalik. Mencoba tegar menantikannya, Mencoba kokoh menepis setiap asumsi yang mulai menyerang, kendati sempat terlontar kata yang menyakitkan ketika sikapnya mulai berubah.
Tak kusanggka kataku itu, dijadikannya alasan untuk berubah pikiran dan menggantikan posisiku dengan yang lainnya. Sulit dipercaya waktu yang sebegitu singkat dia bisa melupakan perjuangannya sendiri dan menghempasku yang tengah berjibaku. Jelas saja bukan demikian karena sesungguhnya ini sudah direncanakan sejak awal dan aku hanya dibuai oleh tipuan yang ditinggalkannya sesaat sebelum berlalu.
Begitu sesak dada ini saat kebenaran mulai menunjukan dirinya. Kesimpulan terakhir dia tidak lebih dari seorang penipu. Semuanya palsu. Semuanya tipu. Semuanya tidak nyata.
"He is not a man just a boy." Wajar jika kata-katanya tidak bisa dipegang. Wajar jika hanya mengejar rasa NYAMAN. Wajar jika tidak mengerti arti RASA. Wajar jika tidak paham bagaimana setia. Selalu dikendalikan oleh sikap egois. Menjadikan uang sebagai satu-satunya hal yang paling penting dan fokus hidup. Mengatasnamakan NYAMAN lalu menyakiti hati orang yang pernah dia sanjung sebegitunya. Itulah mulut yang penuh tipu.
Sampai sejauh ini waktu menguak kebenaran tentangnya, membuatku merasa cukup tersakiti dan tak ingin berurusan lagi dengannya. Waktu juga yang membuktikan apa itu Dewasa dan apa itu Labil. Seorang dewasa selalu berani menanggung apapun konsekuensi dari setiap perbuatan yang sudah dia lakukan secara sadar. Labil adalah sikap yang selalu lari dan bersembunyi saat semua siasat busuknya terbongkar. Mulai merasa terpojok dan kecil diri ketika hati nurani mulai menghakimi. Lalu mengambil keputusan gegabah dengan tujuan untuk menyakiti balik. Boy... :)
Sudah puas dan cukup aku melihat semuanya. Kan ku ingat ini sebagai pelajaran berharga agar jangan terulang kedua kalinya. Ehm satu hal yang pasti dan telah terbukti KUALITAS kita BERBEDA, Boy!
0 comments:
Post a Comment