7/22/2013

Maafkan Aku Telah Menoreh Luka di HatiMu

Hari ini aku punya waktu yang cukup lenggang aku membaca emailmu tgl 21 Juli 2013 berulang-ulang. Akhirnya aku sadar kalo aku sudah menoreh luka di hatimu yang tidak sengaja aku lakukan. Mungkin sudah terlambat kalo aku menjelaskanya sekarang, tapi aku cuma mau bilang MAAFkan aku. 

Andaikan saat telpon terakhir itu aku bisa memberitahu apa yang sebenarnya sedang menimpaku dan kejadian apa saja yang sudah terjadi sejak kepergianmu. Dan betapa aku membutuhkanmu untuk melindungi aku saat itu. Atau kamu bisa memberi aku sebuah kejelasan sebagai peganganku bertahan disini sama seperti yang kamu ucapkan sama mama ditelpon sesaat sebelum kamu pergi. Kenapa kamu tidak mengucapkan hal yang sama ke aku juga? Kenapa?

Setelah telpon yang terputus itu aku sangat kacau, aku merasa kamu sudah tidak menginginkanku lagi karena perlakuanmu berbeda tidak seperti kepergianmu sebelumnya dan banyak hal yang berubah. Ada juga pikiran kalo kamu sudah merencanakan kepergian ini sejak awal kamu kembali. Kamu gak tau gimana sulitnya mengambil keputusan buat aku saat itu, satu sisi kamu mengabaikan aku dan disisi lain ada pihak yang menggunakan kesempatan itu untuk menekan aku, aku perlu kamu orang yang aku sayang ada saat itu. Setidaknya, kamu tetap ada secara semangat atau sebuah janji yang bisa aku pegang saat itu, jika tidak bisa hadir secara fisik. 

Aku pikir kamu bisa menangkap apa yang sebenarnya aku inginkan saat telpon terakhir itu. Aku sedih sekali waktu kamu bilang "Silahkan cari orang lain". Kenapa setelah berjanji sekian banyak dan tetap tidak mau mencabut janji itu kamu mengakhirinya dengan kalimat "Silahkan cari orang lain"? Taukah kamu saat itu ada laki-laki yang gak pantas mengajak aku menikah. Saat posisi seperti itu mendengar orang yang aku sayang tidak bisa memberi kejelasan dan malah mengatakan  kalimat "Silahkan cari orang lain". Aku mengartikan kamu memang tidak berniat sungguh-sungguh dengan semua janji yang kamu pernah ucapkan. 

Mengalihkan perhatian dari semua pembicaraan yang terputus itu, aku berencana menjadikanmu sebagai teman atau partner online dengan harapan suatu saat nanti jika seandainya kamu kembali aku bisa mengenalkanmu dan menjelaskan bahwa kamulah satu-satunya orang yang aku sayang dan sudah berkomitmen jauh sebelum meminta bantuan sama dia. 

Tak ada kabar berita selanjutnya darimu aku mencoba menghubungi kamu melalui pesan facebook, sengaja menggunakan bahasa resmi, sangat berharap kamu bertanya "Ada apa kok berubah formal seperti ini?" Lebih buruknya bukan bertanya seperti yang aku harapkan, kamu malah mengatakan bahwa HPmu kena musibah. Hasilnya aku berfikir semakin jelas bahwa kamu memang tidak ingin berkomunikasi lagi denganku, dan tidak peduli apa yang terjadi dengan aku, juga semua pekerjaan yang kamu tinggalkan disini. Dengan hati sakit, tanpa sadar aku juga melepaskan tanganku untuk mengetik kata-kata yang pasti akan menyinggung perasaanmu, terkait dengan HPmu yang rusak kala itu.

Seberapapun aku kecewa sama yang kamu lakukan, aku tetap mengerjakan semua yang kamu minta secara rutin setiap harinya. Masih berpegang bahwa hubungan kita belum berakhir dan berharap kamu kan kembali suatu saat nanti meskipun harapan itu tipis. Sejak mengetahui HPmu rusak aku tidak tau harus menghubungimu kemana? sedangkan onlinepun kamu jarang. 

Sampai suatu pagi mama telpon dan menanyakan kabarmu, aku yang selalu menyembunyikannya, kali itu aku mengatakan semuanya. Aku sangat terkejut waktu mama bilang sebelum kamu berangkat kamu sempat bilang sebanyak tiga kali "Saya akan kembali secepatnya bu." Kenapa tidak memberi jawaban yang sama saat telpon yang terakhir sama aku? Kenapa? Kata secepatnya sudah cukup buat aku. Aku tau kamu pergi dengan beban yang berat, pasti perlu waktu.

Setelah mendengar hal itu dari mama, aku buru-buru mengakhiri pembicaraan dengan mama dan menghubungimu. Lumayan kaget ternyata nomornya aktif dan gak sengaja liat kamu juga melakukan komunikasi yang intensif dengan teman-teman sekomunitasmu. Kenapa denganku seperti tidak ada waktu? Sehari-harian itu aku menghubungimu dan kamu tidak mengangkat telponku sama sekali. Kamu hanya mengirimkan sebuah pesan singkat "Sorry sedang tidak dalam kondisi ingin bicara." Ada tanda tanya besar dalam pikiranku, jadi aku putuskan mengirimkanmu email. Isi email itu sebenarnya memintamu untuk menelpon keesokan harinya setidaknya memberi tahu apa yang sebenarnya terjadi kenapa berubah aneh? dan ada beberapa masalah kerjaan yang mau aku konfirmasi. 

Hari berikutnya kamu tidak menghubungi dan kamu membalas dengan email di hari sabtu aku membacanya sesaat sebelum aku tidur di malam hari. Emailmu sungguh dahsyat. Membuatku serentak mengangkat telpon dan sangat berharap mendapat konfirmasi atas email itu. Tapi sayang kamu tidak ada dan aku disambut dengan suara adikmu yang berubah sangat jutek sama aku. Bener-bener bingung dan gak bisa tidur sampai pagi. Sesaat kemudian ketika kamu menelpon, dadaku terlalu sesak gak sanggup bicara, mendengar orang yang aku sayang berubah seperti orang yang tidak pernah aku kenal sebelumnya. Malam itu aku habiskan dengan mereview kejadian kita saat itu. Terlalu sakitnya dada ini bahkan air mata pun enggan menetes. 

Ehm... tak ada yang bisa aku lakukan sekarang. Setidaknya ku sudah meminta Maaf sama kamu dan memaafkan kamu atas apa yang sudah kamu lakukan. Sekali lagi Maaf., andai bisa mencabut semua ucapan dan pesan singkatku di facebook yang sudah menyakiti hatimu pasti sudah aku lakukan. 

0 comments:

Post a Comment